Memiliki nasib mencintai suami/istri orang memang sangat menyakitkan. Rasa cinta dapat tumbuh kapan saja, dan di mana saja tanpa aba-aba. Meski seringkali berlabuh di hati yang tepat, kisah asmara kadang berakhir pelik karena keterbatasan situasi maupun kondisi.
Hukum Mencintai Suami/ Istri Orang Lain Menurut Agama dan Negara
Perasaan cinta memang seringkali tidak dapat diprediksi dan datang tanpa diduga. Seorang gadis mungkin merasa tertarik pada pria yang usianya jauh lebih tua, bahkan setara dengan ayahnya.
Demikian pula, seorang pria yang sudah menikah tidak selalu dapat menghindari kemungkinan merasa tertarik pada wanita lain. Cinta dan ketertarikan seringkali dipengaruhi oleh berbagai faktor emosional dan psikologis yang kompleks, dan tidak selalu mengikuti batasan usia atau status hubungan.
Menanggapi berbagai fenomena dalam hubungan asmara, masyarakat umumnya mengatur kisah cinta melalui berbagai ketentuan. Baik dalam konteks agama maupun hukum negara, peraturan tentang hubungan asmara diatur secara detail untuk memastikan kehidupan berjalan dengan baik.
Aturan ini bertujuan untuk menetapkan batasan-batasan yang jelas dalam mencintai, sehingga hubungan interpersonal tetap terjaga dan sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dengan adanya ketentuan ini, diharapkan individu dapat memahami dan menghormati batasan yang ada, menjaga harmoni dalam hubungan mereka.
Hukum Mencintai Pasangan Orang Lain Dari Sudut Pandang Agama
Agama Islam menetapkan berbagai peraturan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal mencintai dan berhubungan. Meskipun cinta adalah fitrah alami bagi setiap manusia, Islam mengatur batasan-batasan tertentu untuk memastikan hubungan yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama.
Dalam Islam, setiap orang berhak jatuh cinta dan menjalin hubungan, namun terdapat kondisi-kondisi tertentu di mana Islam melarang atau membatasi hubungan tersebut, seperti dalam kasus pernikahan yang tidak sah, hubungan yang melanggar syariat, atau ketika salah satu pihak terikat oleh peraturan yang melarang hubungan tersebut. Hal ini bertujuan untuk menjaga keharmonisan dan kesucian dalam hubungan sesuai dengan ajaran Islam.
Salah satunya, jika seseorang telah terikat dalam mahligai pernikahan. Hubungan pernikahan secara sah menurut agama dan negara melindungi setiap pasangan untuk tetap bersama dan tidak ada pihak ketiga manapun yang diperbolehkan hadir tanpa persetujuan kedua pasangan tersebut. Perbuatan selingkuh dari pasangan masing-masing sangat tidak sesuai dengan norma-norma agama yang ada.
Hukum Menurut Negara
Di Indonesia, sejumlah undang-undang telah diterbitkan untuk mengatur tata cara berumah tangga dengan baik. Undang-undang ini mencakup berbagai aspek hubungan pernikahan, termasuk ketentuan mengenai hak dan kewajiban pasangan suami istri.
Pelanggaran terhadap ketentuan hukum pernikahan dapat memiliki konsekuensi hukum dan masuk ke ranah hukum yang berlaku. Pasal-pasal dalam undang-undang ini bertujuan untuk melindungi hubungan pernikahan yang sah secara hukum, memastikan adanya keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga, dan menjaga kestabilan serta keteraturan di masyarakat.
Oleh karena itu, apabila terjadi perselingkuhan yang menyebabkan berbagai kerugian baik secara moril maupun materil dapat berkekuatan hukum dan dituntut sebagai mana mestinya. Sehingga seorang suami maupun istri mendapatkan hak dengan adil.
Menggoda istri atau suami orang merupakan perbuatan yang tidak menyenangkan, yang sebelumnya diatur dalam Pasal 335 KUHP. Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus frasa “perbuatan tidak menyenangkan” karena dianggap tidak dapat diukur secara objektif.
Jika godaan berlanjut menjadi perselingkuhan, perbuatan ini termasuk dalam zina berdasarkan Pasal 284 KUHP. Kedua pihak yang berselingkuh dapat dipidana hingga sembilan bulan, tetapi hanya jika ada pengaduan dari suami atau istri yang dirugikan.
Menilik penjabaran di atas, penting untuk kita simpulkan bahwa mencintai suami/istri orang sangatlah dilarang oleh agama maupun negara. Meskipun perasaan jatuh cinta memang tidak jelas kapan datangnya atau pada siapa tertambatnya, seseorang wajib untuk memiliki batasan-batasan yang benar.