Hutang Piutang Tanpa Perjanjian Tertulis, Apa yang Harus Dilakukan ?

Hutang piutang tanpa perjanjian tertulis memang cukup membingungkan. Banyak orang yang terjebak karena memang dan tidak memproses secara hukum. Hal ini sudah cukup sering terjadi. Pihak terutang bahkan harus merugi karena memang tidak dapat membawa pihak yang menghutang ke jalur hukum. Itu semua terjadi hanya karena tidak ada perjanjian tertulis. Namun, bagaimana sebenarnya hukum di Indonesia mengenai perjanjian hutang ini? Simak di sini agar tidak terkecoh lagi.

Bagaimana Penyelesaian Hutang Piutang Tanpa Perjanjian Tertulis?

Di kehidupan sehari-hari, istilah hutang piutang memang sudah sering didengar. Berbagai kalangan masyarakat pasti pernah berurusan dengan hal ini, setidaknya satu kali selama hidupnya. Bahkan sebagian orang ada yang sudah paham betul mengenai istilah hutang piutang ini. Karena cukup umum di masyarakat, maka di Indonesia memiliki sebuah hukum yang mengatur mengenai hutang piutang ini. Sebelum membahas mengenai hukumnya, mari kita membahas mengenai pengertian hutang piutang secara lebih spesifik. Istilah ini memang lazim digunakan oleh berbagai kalangan masyarakat dalam perusahan perdagangan, bisnis, dan bahkan akuntansi. Perlu Anda ketahui bahwa pada dasarnya hutang atau utang adalah hak milik seseorang yang ada di dalam dunia bisnis, baik berupa uang, produk, maupun jasa. Hukum dari hutang piutang tanpa perjanjian tertulis perlu dipahami karena utang merupakan kewajiban yang harus dilunasi dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Hutang mungkin bisa diberikan dalam bentuk pinjaman modal, kebutuhan sehari-hari, dan lain sebagainya. Sedangkan piutang sendiri sebenarnya merupakan kebalikan dari hutang. Artinya, hak milik Anda masih berada di tangan orang lain, baik dalam bentuk uang ataupun penjualan yang belum lunas. Piutang dapat berupa pinjaman yang Anda berikan kepada orang lain yang seharusnya dibayarkan dalam kurun waktu tertentu. Nah, untuk memberikan piutang kepada orang lain ini harus ada keterangan secara jelas dan terperinci, apalagi jika nominalnya besar. Hanya saja masih banyak masyarakat yang masih belum mengerti pentingnya perjanjian tertulis. Lantas, apa yang akan terjadi terhadap hutang piutang tanpa perjanjian tertulis ini?

Hutang Piutang Tanpa Perjanjian yang Tertulis, Apakah dapat Dituntut?

Hingga saat ini masih banyak orang yang melakukan hutang piutang tanpa adanya perjanjian tertulis yang sah di atas kertas. Hal tersebut bisa menjadi masalah jika di masa depan pihak penghutang mengalami kendala dalam membayar. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah hutang piutang yang tanpa perjanjian tertulis dituntut? Hukum Indonesia sendiri sudah mengatur hal ini dalam beberapa pasal, yaitu: Pasal 19 Ayat 2 UU No. 39 Tahun 1999 Pasal ini menjelaskan bahwa tidak ada satu orang pun dari putusan pengadilan yang boleh mendapat pidana kurungan atau penjara atas alasan tidak mampu memenuhi kewajiban. Sehingga, jika seseorang itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, orang tersebut maka tidak bisa mendapatkan tuntutan dan dipidanakan. Pasal 378 KUHP Penjelasan mengenai perjanjian hutang piutang juga ada di dalam pasal 378 KUHP. Pasal ini menjelaskan bahwa proses perjanjian hutang piutang didasari pada surat palsu atau keterangan palsu, maka perbuatan tersebut masuk ke dalam kategori tipu muslihat dan pihak yang melakukannya dapat dilaporkan ke pihak kepolisian dan mendapat sanksi pidana. Dengan demikian, untuk meminta pertanggungjawaban kepada pihak yang berhutang, sebaiknya menggunakan upaya hukum berupa gugatan perdata berdasarkan pada cidera janji ataupun perjanjian yang hanya secara lisan.

Apakah Perjanjian Lisan dapat Dijadikan Bukti Hutang Piutang?

Apabila hutang piutang tanpa perjanjian tertulis, apakah perjanjian lisan dapat menjadi bukti? Berdasarkan ketentuan terkait dengan syarat sahnya perjanjian dalam KUH Perdata pasal 1320, tidak ada satupun syarat yang mengharuskan perjanjian tertulis. Dengan kata lain, suatu perjanjian yang dibuat secara lisan juga bisa mengikat secara hukum untuk para pihak yang membuatnya. Dalam hukum acara perdata telah tercantum cara menegakkan terkait hukum perdata materiil. Terdapat lima alat bukti perjanjian di dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 164 HIR. Kelima alat bukti tersebut terdiri dari bukti tulisan, bukti dengan saksi, persangkaan, pengakuan, dan juga sumpah. Jadi, apabila seseorang ingin menuntut pihak lain karena tidak membayar hutang akibat perjanjian secara lisan, masa penggugat dapat menerangkan isi perjanjian utang piutang tersebut dengan mengajukan alat bukti saksi. Jadi, kesimpulan untuk hutang piutang tanpa perjanjian tertulis adalah memastikan bahwa ada seseorang yang bertugas menjadi saksi. Dengan begitu, maka Anda bisa mengajukan tuntutan di pengadilan. Karena jika tidak ada saksi, maka proses kasus akan lebih sulit. Sebab, tidak ada saksi sama dengan tidak ada bukti yang kuat. Kurangnya bukti jugalah yang menjadi alasan kekalahan banyak kasus hutang piutang.

Penyelesaian Hutang Piutang yang Tidak Memiliki Surat Perjanjian

Lazimnya, memang alat bukti yang digunakan untuk menggugat perihal hutang piutang adalah bukti surat. Sehingga, ketika dalam kasus hutang piutang tanpa perjanjian tertulis, seorang penggugat dapat melakukan teguran atau somasi dan juga gugatan sederhana di pengadilan. Penyelesaian Melalui Somasi Sebaik-baiknya hutang piutang memang harus memiliki perjanjian tertulis. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya konflik yang sulit untuk diselesaikan. Kemudian jika memang Anda sudah tidak menggunakan surat perjanjian dan hanya melakukan kesepakatan secara lisan, maka akan sulit membawa perkara tersebut ke pengadilan ketika orang yang berhutang sulit melakukan pembayaran. Meski demikian, Anda tetap bisa melakukan teguran somasi yang dikirimkan kepada pihak dengan tanggungan tersebut. Hal ini cukup efektif untuk menyelesaikan sengketa sebelum perkara maju ke pengadilan. Penyelesaian dengan Mengajukan Gugatan Sederhana ke Pengadilan Cara penyelesaian selanjutnya adalah dengan mengirimkan gugatan sederhana ke pengadilan. Anda bisa menggunakan gugatan sederhana atas dasar kerugian materiil. Akan tetapi, dalam Pasal 1 Angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2015 mengenai Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana adalah kerugian materiil yang mencapai RP 200.000.000 (dua ratus juta rupiah). Peraturan untuk gugatan sederhana mengenai hutang piutang tanpa perjanjian tertulis dalam Pasal 4 Perma No. 2 Tahun 2015 meliputi:
  • Para pihak di dalam gugatan hanya terdiri dari penggugat dan tergugat yang tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum sama.
  • Tergugat yang tidak diketahui tempat tinggal tidak dapat diajukan gugatan sederhana.
  • Tergugat yang ada di dalam gugatan sederhana harus berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama dengan penggugat.

Peran Pengacara Hutang Piutang

Agar proses hukum berjalan dengan benar dan sesuai prosedur, akan lebih baik jika Anda menggunakan pengacara hutang piutang. Mereka akan mengurus semua proses masalah gugatan terhadap pihak penghutang. Seorang pengacara hutang piutang akan membantu Anda dalam menerbitkan surat somasi sebagai upaya pembayaran hutang. Jika debitur tidak juga memenuhi permintaan tersebut, maka melalui pengacara dapat mengajukan gugatan di pengadilan. Karena pengacara hutang piutang sudah profesional dalam bidangnya, maka penyelesaian urusan hutang piutang tanpa perjanjian tertulis Anda akan lebih hemat waktu dan tenaga. Prosesnya juga akan lebih mudah karena pengacara hutang piutang sudah memiliki pengalaman untuk menangani kasus ini.
Postingan Terbaru
Hubungi Kami